Equity World | Sanggupkah Jokowi Bangkitkan IHSG Hari Ini?
Equity World | Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja yang mengecewakan pada awal pekan ini. Pada perdagangan kemarin, Senin (15/8/2022), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) berkutat di zona merah.
Equity World | Harga Emas Merana Karena Cinta, Eh China…
IHSG ditutup melemah 0,5%ke posisi7.093,276 dan terlempar dari zona psikologisnya di 7.100.
Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka menguat tipis 0,07% di posisi 7.134,58. Bahkan, IHSG sempat menyentuh posisi tertinggi di 7.156,92.
Namun selang beberapa menit setelah dibuka, IHSG langsung berbalik arah ke zona merah dan tidak mampu berbalik kembali ke ke zona hijau.
Nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 12 triliun dengan melibatkan 26 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,3 juta kali. Sebanyak 240 saham menguat, 294 saham melemah, dan 169 saham lainnya mendatar.
Investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 209,17 miliar di semua pasar, termasuk Rp 51,37 miliar di pasar reguler.
Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya, yakni mencapai Rp 646,5 miliar.
Saham PT Telkom Indonesia Tbk. (TLKM) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 614,4 miliar dan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) di posisi ketiga sebesar Rp 583 miliar.
Melemahnya IHSG disebabkan kabar kurang menggembirakan dari neraca perdagangan Indonesia.
Pada Juli 2022, neraca perdagangan memang membukukan surplus sebesar US$ 4,23 miliar. Namun, surplus tersebut lebih kecil dibandingkan Juni yang tercatat US$ 5,15 miliar.
Ekspor Indonesia pada Juli mencapai US$ 25,57 miliar, turun 2,20% dibandingkan bulan sebelumnya tetap masih melonjak 32,03% dibandingkan Juli 2021 (year-on-year/yoy).
Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan jika ekspor Indonesia yang melandai karena mulai berakhirnya windfall komoditas.
"Mengingat harga komoditas sudah menunjukkan penurunan maka perlu diwaspadai neraca perdagangan ke depan. Windfall dapat berakhir jika harga komoditas kembali pada kondisi normal, karena volume ekspor komoditas utama Indonesia cenderung stagnan," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto, Senin (15/8/2022).
Sejumlah pihak juga mengingatkan jika surplus perdagangan ke depan akan semakin tergerus oleh melandainya harga komoditas, pelemahan ekonomi global, dan meningkatnya impor terutama BBM.
"Menipisnya neraca perdagangan akan mengurangi dukungan cadangan devisa bagi ketahanan ekonomi ke depan. Ini akan memberi tekanan kepada Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan jika tekanan terus meningkat," tutur ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana, kepada CNBC Indonesia.
Melemahnya ekspor bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat ekspor adalah salah satu motor utama pertumbuhan.
Penurunan ekspor juga akan memangkas pendapatan masyarakat di sejumlah wilayah yang menjadi basis komoditas. Hal tersebut bisa menurunkan daya beli dan konsumsi masyarakat dan pada akhirnya bisa mengurangi penjualan perusahaan.
Tidak hanya IHSG, mayoritas bursa Asia-Pasifik juga ditutup melemah pada perdagangan kemarin karena investor cenderung merespons bervariasi dari data ekonomi China dan Jepang.
Hanya indeks Nikkei Jepang dan ASX 200 Australia yang ditutup di zona hijau di mana Nikkei melesat 1,11% ke posisi 28.863,32 dan ASX 200 menguat 0,45% ke 7.064,3.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,67% ke posisi 20.040,859, Shanghai Composite China turun tipis 0,02%, dan Straits Times Singapura terkoreksi 0,38.
Jepang melaporkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,2% (yoy) pada kuartal II-2022, lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2022 yang tercatat 0,1%. Peningkatan pertumbuhan didorong oleh membaiknya konsumsi masyarakat setelah diterjang badai pandemi Covid-19.
Sementara itu dari China, data konsumsi dan produksi industri China menunjukkan peningkatan pada bulan Juli 2022.
Biro Statistik China (National Bureau of Statistic/NBS) pada rilis kemarin mengatakan bahwa penjualan ritel tumbuh 2,7% pada Juli (yoy). Angka tersebut turun dari pertumbuhan 3,1% pada Juni.
Dari segi produksi, industri China mengalami kenaikan sebesar 3,8%. Angka ini melandai dibandingkan 3,9% bulan sebelumnya.
Terkait investasi, investasi aset tetap untuk tujuh bulan pertama tahun ini naik 5,7% dari tahun lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar